Ada yang kehausan lalu meminta agar saudaranya mau membantunya, dia lalu menyodorkan gelas pada saudaranya untuk diisi air untuknya. Namun air tak kunjung dituang, saudaranya hanya memandanginya, juga memandangi gelas yang dia sodorkan untuk diisi air baginya. Air tak kunjung diisi sementara lengannya letih meminta, saudaranya tetap tak bergerak padahal persediaan airnya banyak.
Ia merintih, mengemis, meyakinkan saudaranya, betapa haus dirinya, namun saudaranya tetap bergeming, tetap tiada air yang dituang. Dia tahu segelas air takkan menyusahkan saudaranya, dia tahu mudah bagi saudaranya menuangkan air ke gelasnya, sangat mudah.
Sekali lagi dia memohon pada saudaranya, airmatanya mulai menetes, namun linangan airmata pun tak menolong, air tetap tak dituang. Tak tahan lagi, kecewa mengubah harap jadi marah, ia naik pitam, ia maki, ia cela saudaranya, "pelit, kikir, bakhil" deras dari lisannya. Namun tetap tak ada air yang tertuang padanya, saudaranya hanya diam saja menerima amarahnya.
Usai melepas semua murka, saudaranya berkata lembut padanya, "bagaimana aku mengisi gelas yang sudah penuh dengan air yang kotor?" :D
Begitulah cerminan kita tatkala kita meminta dan berdoa pada Allah, kita meminta, mau dipenuhi, namun tak menyiapkan gelasnya.
Allah pasti mengabulkan doa kita, hanya kita sering tak siap, agar apa yang kita pinta mampu kita terima, kita tak memantaskan diri.
Simak sabda Nabi saw, "sungguh jika engkau tinggalkan sesuatu karena Allah, Allah akan mengganti yang lebih baik" - HR Ahmad
Kita meminta pada Allah, kita berharap Allah kabulkan doa, namun kita enggan tinggalkan yang lama, bagaimana diganti yang baru? Berdoa ingin terkabul, namum maksiat tetap jalan, ibarat meminta air, namun gelas dipenuhi air kotor.
Buang dulu air kotornya, bersihkan gelasnya, lalu meminta, tinggalkan dulu maksiatnya, Allah pasti ganti yang lebih baik.
Setiap perubahan itu punya risiko, termasuk berubah lebih taat, tapi ketahuilah, tidak berubah taat, itu yang paling berisiko.
By Ust Felix Siauw